Gangguan Kepribadian (Ilustrasi) |
Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Kepribadian
Oleh : Satya Putra Lencana
1.
Pengertian
Kepribadian adalah pola prilaku dan berhubungan dengan
diri sendiri dan orang lain yang melekat dan terus ada, termasuk persepsi,
sikap, dan emosi diri tentang diri sendiri dan dunia.
Individu dikatakan mengalami gangguan kepribadian
apabila ciri kepribadiannya menampakkan pola perilaku maladaptif dan telah
berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Pola tersebut muncul pada setiap
situasi serta menggangu fungsi kehidupannya sehari-hari.
Diagnosis ditegakkan saat individu terus
memperlihatkan pola prilaku yang menyimpang dari harapan budaya pada dua atau
lebih area berikut:
a. Cara memersepsikan dan
meintepretasikan diri sendiri, orang lain, dan peristiwa (kognisi)
b. Rentang, intensitas, kelabilan,
dan ketepatan respon emosional (afek)
c. Fungsi interpersonal
d. Kemampuan untuk mengendalikan
impuls atau mengekspresikan perilaku pada waktu dan tempat yang tepat
(pengendalian impuls)
Jadi, gangguan kepribadian adalah pola perilaku yang
tidak fleksibel atau maladaptive sehingga dapat menyebabkan distress personal
yang signifikan atau mengganggu fungsi sosial dan pekerjaan.
2.
Kategori
gangguan kepribadian
Menurut DSM-IV-TR, gangguan kepribadian digolongkan
menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Kelompok A (Odd/Eccentric
Cluster)
Gangguan kepribadian yang
ditandai perilaku aneh dan eksentrik, terdiri dari gangguan kepribadian
paranoid, schizoid, dan schizotypal. Individu dalam kelompok ini sering
memiliki kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain, atau mereka menunjukkan
sedikit atau tidak adanya minat dalam mengembangkan hubungan sosial.
Berbagai studi tentang keluarga
memberikan beberapa bukti bahwa gangguan kepribadian kelompok a berhubungan
dengan skizofrenia. Pada gangguan skizotipal, pasien mengalami kelemahan
kognitif dan kurangnya fungsi neuropsikologis yang sama dengan terjadinya
skizofrenia. Selain itu, pasien dengan gangguan kepribadian skizotipal memiliki
rongga otak yang lebih besar dan lebih sedikit bagian abu-abu di lobus temporalis.
Jenis-jenis Gangguan Kepribadian dalam Kelompok A:
1) Paranoid Personality Disorder
(Gangguan Kepribadian Paranoid)
Individu yang mengalami gangguan kepribadian
paranoid biasanya ditandai dengan adanya kecurigaan dan ketidakpercayaan yang
kuat terhadap orang lain. Orang-orang yang mengalami gangguan ini merasa
dirinya diperlakukan secara salah dan dieksploitasi, sehingga berperilaku
selalu waspada terhadap orang lain.
Gangguan kepribadian paranoid paling banyak terjadi
pada kaum laki-laki dibandingkan perempuan, dengan prevalensi pada gangguan ini
adalah berkisar 2 persen dari populasi pada umumnya.
Defense mekanisme kedua yang berkembang dalam
lingkaran setan yang mereka ciptakan adalah isolasi, yaitu menjaga jarak secara
psikologis maupun geografis. Selain itu inidividu ini juga menggunakan
rasionalisasi dan displacement.
2) Schizoid Personality Disorder
(Gangguan Kepribadian Skizoid)
Individu yang mengalami gangguan ini tidak
menginginkan atau menikmati hubungan sosial dan biasanya tidak memiliki teman
akrab. Mereka tampak tumpul, datar, dan menyendiri serta tidak memiliki
perasaan yang hangat dan tulus terhadap orang lain. Individu yang mengalami
gangguan ini adalah seorang penyendiri dan menyukai kegiatan yang dilakukan
sendirian.
Individu dengan gangguan kepribadian skizoid
menampilkan perilaku menarik diri, mereka merasa tidak nyaman bila berinteraksi
dengan orang lain, cenderung introvert. Prevalensi gangguan skizoid
diperkirakan 7,5 persen dari populasi. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan
diperkirakan 2 : 1 untuk laki-laki.
Ahli-ahli teori psikoanalisa berpendapat bahwa
schizoid dibangun melalui hubungan ibu dan anak yang terganggu, dimana anak
tidak pernah belajar untuk memberi atau menerima kasih sayang.
3) Schizotypal Personality Disorder
(Gangguan Kepribadian Skizotipal)
Individu dengan gangguan kepribadian skizotipal
biasanya memiliki kepercayaan yang aneh. Mereka memiliki pemikiran yang
ajaib/aneh (magical), ide-ide yang ganjil, ilusi, dan derealisasi yang mereka
tampilkan dalam kehidupan sehari-hari. Ciri yang umum terjadi adalah ideas of reference (keyakinan bahwa
berbagai kejadian memiliki makna khusus dan tidak biasa bagi orang yang
bersangkutan), kecurigaan, dan pikiran paranoid.
Prevelensi gangguan ini diperkirakan kurang dari 1
persen dan lebih banyak muncul pada keluarga yang memiliki penderita
skizofrenia. Gangguan kepribadian skizotipal adalah titik awal dari
skizofrenia.
b. Kelompok B (Dramatic/Erratic
Cluster)
Individu dalam kelompok ini
menampilkan perilaku yang dramatik atau berlebih-lebihan, tidak dapat
diramalkan, self centered, emosional dan eratik (tidak menentu atau aneh).
Orang-orang dalam kelompok ini memiliki kesulitan dalam membntuk dan membina
hubungan.
1. Borderline Personality Disorder
(Gangguan Kepribadian Ambang)
Disebut dengan kepribadian ambang (borderline)
karena berada di perbatasan antara gangguan neurotik dan skizofrenia. Ciri-ciri
utama gangguan ini adalah impulsivitas dan ketidakstabilan dalam hubungan
dengan orang lain dan memiliki mood yang selalu berubah-ubah. Individu yang
mengalami gangguan borderline memiliki karakter argumentatif, mudah
tersinggung, sarkastik, cepat menyerang, dan secara keseluruhan sangat sulit
untuk hidup bersama mereka.
Gangguan kepribadian borderline bermula pada masa
remaja atau dewasa awal, dengan prevelensi sekitar 1 persen, dan lebih banyak
terjadi pada perempuan dibandingkan pada laki-laki.
Gangguan kepribadian borderline dialami oleh lebih
dari satu anggota dalam satu keluarga. Menurut teori linehan’s diathesis-stress,
gangguan kepribadian borderline berkembang ketika individu dengan diatesis
biologis (kemungkinan genetis) di mana ia mengalami kesulitan untuk mengontrol
emosi, dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang salah (invalidating).
Individu dengan gangguan kepribadian borderline
sering kali mengembangkan mekanisme defense yang disebut splitting, yaitu
mendikotomikan objek menjadi semuanya baik atau semuanya buruk dan tidak dapat
mengintegrasikan aspek positif dan negatif orang lain atau diri menjadi suatu
keutuhan.
2. Histrionic Personality Disorder
(Gangguan Kepribadian Histrionik)
Gangguan kepribadian histrionik sebelumnya dikenal
disebut kepribadian histerikal, ditegakkan bagi orang-orang yang selalu
dramatis dan mencari perhatian. Mereka sering kali menggunakan ciri-ciri
penampilan fisik yang dapat menarik perhatian orang kepada dirinya, misalnya
pakaian yang mencolok, tata rias, atau warna rambut. Mereka berpusat pada diri
sendiri, terlalu mempedulikan daya tarik fisik mereka, dan merasa tidak nyaman
bila tidak menjadi pusat perhatian. Mereka dapat sangat provokatif dan tidak
senonoh secara seksual tanpa mempedulikan kepantasan serta mudah dipengaruhi
orang lain.
Diagnosis ini memiliki prevelensi sekitar 2 persen
dan lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki. Gangguan
kepribadian histrionik lebih banyak terjadi pada mereka yang mengalami
perpisahan atau perceraian, dan hal ini diasosiasikan dengan depresi dan
kesehatan fisik yang buruk. Gangguan ini sering muncul bersamaan dengan
gangguan kepribadian borderline.
Kebutuhan untuk menjadi pusat perhatian dipandang
sebagai cara untuk mempertahankan diri dari perasaan yang sebenarnya yaitu
self-esteem yang rendah.
Orang denga tipe histerionik biasanya berasal dari
kelurga yang memanjakan dan membiarkan sifat manjanya hingga dewasa (being
daddy’s "pretty little girl"). Hal ini manjadi suatu pembiasaan
sehingga terbentuk karakter yang menetap mengenai sifat manja dan selalu ingin
menjadi pusat perhatian. Selain itu, biasanya, dalam keluarga tabu untuk
mendidik atau mengenalkan. masalah sex.
3. Narcissistic Personality Disorder
(Gangguan Kepribadian Narsistik)
Individu dengan gangguan kepribadian narsistik
memiliki pandangan berlebihan mengenai keunikan dan kemampuan mereka. Mereka
merasa bahwa dirinya spesial dan berharap mendapatkan perlakuan yang khusus
pula. Oleh sebab itu, mereka sulit menerima kritik dari orang lain. Prevelensi
gangguan ini kurang dari 1 persen.
Orang-orang narsistik lainnya mengembangkan
keyakinan bahwa mereka merupakan unik dan luar biasa dalam bereaksi untuk
menjadi satu-satunya orang yang berbeda dari orang lain secara etnis, rasial,
dan status ekonomi, atau sebagai upaya bertahan menghadapi penolakan oleh
significant person dalam kehidupan mereka. Ambisi yang serakah membuat mereka
mendedikasikan diri untuk bekerja tanpa lelah. Mereka terdorong untuk berhasil
namun bukan untuk mandapatkan uang, melainkan untuk mendapat pemujaan yang
menyertai kesuksesan.
4. Antisocial Personality Disorder
And Psychopathy (Gangguan Kepribadian Antisosial Dan Psikopati)
Orang yang mengalami gangguan antisosial
menunjukkan perilaku tidak bertanggung jawab dan antisosial dengan bekerja
secara tidak konsisten, melanggar hukum, mudah tersinggung, agresif secara
fisik. Mereka impulsif dan tidak mampu membuat rencana ke depan.
Gangguan ini
lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dan lebih banyak
terjadi di kalangan anak muda daripada dewasa yang lebih tua. Gangguan ini
lebih umum terjadi pada orang dengan sosio ekonomi rendah.
Sementara itu, salah satu karakteristik psychopathy adalah kemiskinan emosi, baik positif maupun negatif. Penampilan psikopat menawan dan memanipulasi orang lain untuk memperoleh keuntungan pribadi. Kadar kecemasan yang rendah membuat psikopat tidak mungkin belajar dari kesalahannya. Kurangnya emosi positif mendorong mereka berperilaku secara tidak bertanggung jawab dan berperilaku kejam terhadap orang lain.
Sementara itu, salah satu karakteristik psychopathy adalah kemiskinan emosi, baik positif maupun negatif. Penampilan psikopat menawan dan memanipulasi orang lain untuk memperoleh keuntungan pribadi. Kadar kecemasan yang rendah membuat psikopat tidak mungkin belajar dari kesalahannya. Kurangnya emosi positif mendorong mereka berperilaku secara tidak bertanggung jawab dan berperilaku kejam terhadap orang lain.
Penyebab gangguan ini berkaitan dengan peran
keluarga. Kurangnya afeksi dan penolakan berat orang tua merupakan penyebab
utama perilaku psychopathy. Selain itu, juga disebabkan oleh tidak konsistennya
orang tua dalam mendisiplinkan anak dan dalam mengajarkan tanggung jawab
terhadap orang lain. Orang tua yang sering melakukan kekerasan fisik terhadap
anaknya dapat menyebabkan gangguan ini. Gangguan ini juga dapat disebabkan oleh
kehilangan orang tua. Di samping itu, ayah dari penderita psikopat kemungkinan
memiliki perilaku antisosial. Faktor lingkungan di sekitar individu yang buruk
juga dapat menyebabkan gangguan ini.
c. Kelompok C (Anxious/Fearful
Cluster)
Tidak banyak data yang
menjelaskan penyebab dari gangguan kepribadian kelompok anxoius/fearful. Salah
satu penyebab yang memungkinkan adalah hubungan antara orang tua dan anak.
Freud berpendapat bahwa
obsessive-compulsive personality traits disebabkan oleh fiksasi pada tahap awal
dari perkembangan psikoseksual. Sedangkan teori psikodinamik kontemporer
menjelaskan bahwa gangguan kepribadian obsesif-kompulsif disebabkan oleh
ketakutan akan hilangnya kontrol yang diatasi dengan overkompensasi. Sebagai
contoh, seorang pria workaholic yang kompulsif kemungkinan takut bahwa hidupnya
akan hancur jika ia bersantai-santai dan bersenang-senang.
1.
Avoidant Personality Disorder (Gangguan Kepribadian
Menghindar)
Individu dengan gangguan ini adalah individu yang
memiliki ketakutan yang besar akan kemungkinan adanya kritik, penolakan atau
ketidaksetujuan, sehingga merasa enggan untuk menjalin hubungan, kecuali ia
yakin bahwa ia akan diterima.
Prevalensi dari gangguan ini sekitar 5 persen dan sering
muncul bersamaan dengan gangguan kepribadian dependen dan borderline.Perasaan
utamanya adalah disphoria, kombinasi kecemasan dengan sedih, dihubungkan dengan
kurangnya perolehan kesenangan yang relasi terdekat dan keyakinan diri dalam
penyelesaian tugas. Penerimaan yang rendah terhadap disphoria menghambat mereka
dalam mengatasi perasaan malu dan membantu mereka untuk lebih efektif.
2.
Dependent Personality Disorder
(Gangguan Kepribadian Dependen)
Ciri utama dari gangguan kepribadian dependen
adalah kurangnya rasa percaya diri dan otonomi. Individu dengan gangguan
kepribadian ini memandang dirinya lemah dan orang lain lebih kuat. Ia juga
memiliki kebutuhan yang kuat untuk diperhatikan atau dijaga oleh orang lain
yang sering kali menyebabkan munculnya perasaan tidak nyaman ketika sendirian.
Kriteria
dalam DSM pada umumnya mendeskripsikan individu yang mengalami gangguan
kepribadian dependen sebagai orang yang sangat pasif, misalnya memiliki
kesulitan dalam memulai sesuatu atau mengerjakan sesuatu sendiri, tidak mampu
menolak, dan meminta orang lain mengambil keputusan untuk dirinya.
3. Obsessive-Compulsive Personality Disorder (Gangguan
Kepribadian Obsesif-Kompulsif)
Individu dengan obsessive-compulsive personality
bersifat perfeksionis, sangat memperhatikan detail, aturan, jadwal, dan
sebagainya. Individu yang mengalami gangguan obsesif-kompulsif sangat
memperhatikan detail sehingga kadang ia tidak dapat menyelesaikan hal yang
dikerjakannya. Ia lebih berorientasi pada pekerjaan daripada bersantai-santai
dan sangat sulit mengambil keputusan karena takut membuat kesalahan. Selain
itu, ia juga sangat sulit mengalokasikan waktu karena terlalu memfokuskan diri
pada hal-hal yang tidak seharusnya. Biasanya ia memiliki hubungan interpersonal
yang kurang baik karena keras kepala dan meminta segala sesuatu dilakukan
sesuai dengan keinginannya.
4. Passive Aggressive Disorder (Negativistic)
Terdapat dua
konsep utama dalam gangguan ini Gangguan Kepribadian Pasif-Agresif kondisi
kronis di mana seseorang tampaknya secara aktif sesuai dengan keinginan dan
kebutuhan orang lain, tetapi sebenarnya secara pasif melawan mereka. Dalam
proses, orang menjadi semakin bermusuhan dan marah. Orang dengan gangguan
kepribadian pasif-agresif ditandai oleh obstruksionisme (senang
menghalang-halangi), menunda-nunda, sikap keras kepala dan tidak efisien.
Perilaku tersebut adalah manifestasi dari agresi yang mendasari, yang
diekspresikan secara pasif. Pasien gangguan kepribadian pasif-agresif secara
karakteristik adalah suka menunda-nunda, tidak menerima permintaan untuk
kinerja yang optimal, tidak bersedia meminta maaf, dan cenderung untuk mencari
kesalahan pada diri orang lain walaupun pada orang tempat mereka bergantung;
tetapi mereka menolak untuk melepaskan mereka sendiri dari hubungan
ketergantungan. Mereka biasanya tidak memiliki ketegasan tentang kebutuhan dan
harapan mereka. Orang dengan gangguan ini tidak memiliki kepercayaan pada diri
sendiri dan biasanya pesimistik akan masa depan.
3.
Awitan dan
proses klinis
a.
Terjadi pada 10%-13% populasi umum.
b.
Insiden pada sosekonomi rendah (cloninger & svrakic,2000)
c.
Kematian lebih tinggi: bunuh diri,kecelakaan;perceraian dan hukum
asuh(gunderson & philips,1995)
d.
Berkaitan dengan kriminalitas (70-85%)
e.
Alkoholisme(60-70%)
f.
Penyalahgunaan obat (70-90%)/ (gunderson & philips)
4.
Penyebab
a.
Berasal dari struktur biologis dan genetik
b.
Perkembangan dan interaksi lingkungan dan orang lain.
Faktor predisposisi:
ü Faktor perkembangan(keluarga
berperan)
ü Faktor biologis
(neurotransmitter)
ü Faktor sosiokultur(isolasi
sosial)
Faktor pencetus:
ü Stresor sosialkultural
ü Stresor psikologis
5.
Terapi
Terapi untuk gangguan kepribadian merupakan kombinasi
dari pengobatan dan psikoterapi, meliputi
a.
Psikofarmaka
Ø Antidepressants
Ø Anticonvulsants
Ø Antipsychotics
Ø Mood
stabilizers
b.
Psikoterapi
Penghalang utama dalam pemberian
treatment pada individu dengan gangguan kepribadian disebabkan individu
tersebut tidak terbuka bahkan kadang disertai permusuhan (marah) kepada terapis
ketika pemberian terapi. Kadang juga disertai dengan penolakan atau berhenti
total dalam masa pengobatan. Keberhasilan dari terapi sangat dipengaruhi oleh
motivasi dan kepatuhan pasien dalam pemberian treatment yang memang membutuhkan
waktu bertahun-tahun untuk penyembuhannya.
c.
Cognitive-behavior therapy (CBT)
d.
Dialectical behavior therapy
Dialectical behavior therapy merupakan salah satu type
dari CBT berfokus pada coping skill, dalam terapi ini individu belajar
mengontrol perilaku dan emosi dengan teknik kesadaran penuh, pasien dibantu
untuk mengenal pelbagai muatan emosinya tanpa perlu bereaksi (mengontrol
perilakunya) Terapi ini efektif untuk penyembuhan gangguan kepribadian ambang.
6.
Aplikasi
proses keperawatan: gangguan kepribadian antisosial
a. Pengkajian
Dalam klien ahli menipu orang lain sehingga selama
pengkajian hal tersebut membantu memeriksa dan memvalidasi informasi dari
sumber lain.;
Ø Riwayat
Ø Penampilan umum dan motorik
Ø Mood dan afek
Ø Isi dan proses pikir
Ø Sensorium, dan proses intelektual
Ø Penampilan dan daya tilik pribadi.
Ø Konsep diri
Ø Peran dan hubungan
b. Analisa Data
Individu yang mengalami gangguan
kepriadian antisocial biasanya dengan tidak sengaja mencari terapi kecuali jika
mereka merasakan beberapa keuntungan pribadi. Misalnya, klien memilih
lingkungan terapi sebagai alterntif dari penjara atau untuk mendapatkan simpati
dari atasan, dengan mengatakan stres sebagai alasan absen atau performa kerja
yang buruk. Lingkungan terapi rawat inap tidak selalu efektif untuk klien
tersebut dan pada kenyataannya dapat menghasilkan kualitas yang terburuk.
Diagnose yang biasa di gunakan saat
menangani klien yang mengalami gangguan kepriadian antisocial adalah:
Ø Ketidak efektifan Koping Individu
Ø Perubahan Performa Peran
Ø Resiko Perilaku Kekerasan.
c. Identifikasi Hasil
Focus terapi sering kali
didasarkan pada perubahan perilaku. Walaupun mungkin tidak mempengaruhi
pandangan klien terhadap dunia dan orang lain atau mempengaruhi pemahamanya,
klien mungkin melakukan perubahan perilaku.
Kriteria hasil adalah :
1) Klien akan menunjukan cara yang
non destruktif dalam mengekspresikan perasaan dan frustasinya.
2) Klien akan mengidentifikasi cara
untuk memenuhi kebutuhan sendiri yang tidak melanggar hak-hak orang lain.
3) Klien akan mencapai atau
mempertahankan performa peran yang memuaskan (mis, di tempat kerja,sebagai
orang tua)
d. Intervensi Keperawatan
1)
Meningkatkan perilaku bertanggung jawab
Ø Penetapan batasan
Ø Tetapkan batasan
Ø Identifikasi konsekuensi
melanggar batasan
Ø Identifikasi perilaku yang
diharapkan atau yang dapat di terima.
Ø Tetap mematuhi peraturan dan
rencana terapi konfrontasi
Ø Jelaskan perilaku bermasalah.
Ø Pertahankan Klien tetap focus
pada dirinya.
2)
Membantu klien menyelesaikan masalah dan mengendalikan emosi
Ø Kemampuan penyelesaian masalah
yang efektif
Ø Impulsivitas yang berkurang
Ø Menggunakapkan emosi yang negative,
seperti marah dan frustasi
Ø Melakukan time out dari situasi
stress
3)
Meningkatkan perfoma peran
Mengidentifikasi hambatan untuk menjalankan peran
Mengurangi atau menghentikan penggunaan obat-obatan
dan alcohol.
4)
Penyuluhan Klien/Keluarga
Ø Menghindari penggunaan alcohol
dan obat-obatan lain.
Ø Keterampilan social yang tepat
Ø Keterampilan permasalahan yang
efektif
Ø Menatasi emosi seperti marah dan
frustasi
Ø Melakukan time out untuk
menghindari situasi setres
e. Evaluasi
Keefektifan terapi di evaluasi
berdasarkan pencapaian hasil atau kemajuan pada area tersebut. Jika klien dapat
mempertahankan p[ekerjaan dengan performa yang dapat diterima, memenuhi
tanggung jawab keluarga, dan menghindari melakukan tindakan pelanggaran atau
tidak bermoral, terapi dapat dikatakan berhasiL.
7.
Aplikasi
proses keperawatan: gangguan kepribadian ambang
a. Pengkajian
Ø Riwayat
Ø Penampilan umum dan perilaku
motorik
Ø Mood dan efek
Ø Isi dan proses pikir
Ø Sensorium dan proses intelektual
Ø Penilaian dan daya tilik
Ø Konsep diri
Ø Peran dan hubungan
Ø Pertimbangan fisiologis dan
perawat diri
b.
Analisa data
Diagnose keperawatan untuk gangguan kepribadian ambang
mencakup:
Ø Resiko bunuh diri
Ø Resiko menciderai diri
Ø Ketidak efektifan koping individu
Ø Isolsi social.
c.
Identifikasi hasil
Kriteria hasil terapi antara lain:
1) Klien akan aman dan bebas dari
cidera yang signifikan.
2)
Klien tidak akan mencelakai orang lain atau merusak barang-barang.
3)
Kiien akan menunjukan peningkatan kendali perilaku implusif.
4)
Klien akan mengambil langkah yang tepat untuk memenuhi kebutuhanya sensiri.
5)
Klien akan mengidentifikasi cara-cara yang dapat di terima untuk memenuhi
kebutuhan ketergantunganya.
6)
Klien akan menyatakan kepuasan yang lebih besar atas hubungan.
d.
Intervensi Keperawatan
1)
Meningkatkan keamanan klien
Ø Kontrak tidak membahayakan diri
Ø Ekspresi perasaan dan emosi yang
aman
2)
Membantu klien menghadapi dan mengendalikan emosi
Ø Mengidentifikasi perasaan
Ø Mengisi buku harian
Ø Mengurangi respon
Ø Mengurangi inpulsivitas
Ø Menunda kepuasan
3)
Teknik restrukturisasi kognitif
Ø Henti piker
Ø Dekatastrofe
4)
Menyusun waktu
5)
Mengajarkan keterampilan social
6)
Mengajarkan keterampilan komunikasi yang evektif
7)
Hubungan terapeutik
8)
Penetapan batasan
9)
Konfrontasi
e.
Evaluasi
Seperti gangguan kepriadian yang
lain, perubahan mungkin sedikit dan terjadi secara perlahan sepanjang waktu. Tingkat
gangguan fungsional klien yang mengalami gangguan kepriadian amband dapat
sangat bervariasi. Klien dengan gangguan yang berat dapat di evaluasi dalam hal
kemampuan mereka untuk menjadi aman dan menahan diri dari mencioderai diri.
Klien lain dapat bekerja dan mempunyai hubungan interpersonal yang cukup
setabil. Terapi biasanya efektif ketika klien mengalami krisis yang lebih
sedikit dan jarang sepanjang waktu.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Depkes RI, Pedoman penggolongan Diagnostik Gangguan
Jiwa di Indonesia III
2.
Kaplan and Saddock.(1997). Sinopsis Psikiatrik jilid I dan II. Alih bahasa dr. Wijaya. Jakarta: Bina
Rupa Aksara.
3.
Keliat at al. (1998). Proses Keperawatan Gangguan Jiwa. Jakarta: EGC
4.
Stuart, G.W., Sundeen,
S.J.(1995). Buku Saku : Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
5.
Towsend, M.C. (1995). Buku Saku : Diagnosa Keperawatan Psikiatri : Pedoman untuk pembuatan
rencana keperawatan. Jakarta: EGC
6.
Maslim, Rusdi (Editor).
1998, Diagnosa Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari PPDGJ III
7.
Towsend, M.C. (1996). Psychiatric Mental Health Nursing : Concept of Care. Philadelphia : Davis
company
0 komentar:
Posting Komentar