Rabu, 25 September 2013

Gangguan Kepribadian (Ilustrasi)



Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Kepribadian
Oleh : Satya Putra Lencana


1.        Pengertian
Kepribadian adalah pola prilaku dan berhubungan dengan diri sendiri dan orang lain yang melekat dan terus ada, termasuk persepsi, sikap, dan emosi diri tentang diri sendiri dan dunia.
Individu dikatakan mengalami gangguan kepribadian apabila ciri kepribadiannya menampakkan pola perilaku maladaptif dan telah berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Pola tersebut muncul pada setiap situasi serta menggangu fungsi kehidupannya sehari-hari.
Diagnosis ditegakkan saat individu terus memperlihatkan pola prilaku yang menyimpang dari harapan budaya pada dua atau lebih area berikut:
a.       Cara memersepsikan dan meintepretasikan diri sendiri, orang lain, dan peristiwa (kognisi)
b.      Rentang, intensitas, kelabilan, dan ketepatan respon emosional (afek)
c.       Fungsi interpersonal
d.      Kemampuan untuk mengendalikan impuls atau mengekspresikan perilaku pada waktu dan tempat yang tepat (pengendalian impuls)
     Jadi, gangguan kepribadian adalah pola perilaku yang tidak fleksibel atau maladaptive sehingga dapat menyebabkan distress personal yang signifikan atau mengganggu fungsi sosial dan pekerjaan.

2.        Kategori gangguan kepribadian
Menurut DSM-IV-TR, gangguan kepribadian digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu:
a.      Kelompok A (Odd/Eccentric Cluster)
           Gangguan kepribadian yang ditandai perilaku aneh dan eksentrik, terdiri dari gangguan kepribadian paranoid, schizoid, dan schizotypal. Individu dalam kelompok ini sering memiliki kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain, atau mereka menunjukkan sedikit atau tidak adanya minat dalam mengembangkan hubungan sosial.
           Berbagai studi tentang keluarga memberikan beberapa bukti bahwa gangguan kepribadian kelompok a berhubungan dengan skizofrenia. Pada gangguan skizotipal, pasien mengalami kelemahan kognitif dan kurangnya fungsi neuropsikologis yang sama dengan terjadinya skizofrenia. Selain itu, pasien dengan gangguan kepribadian skizotipal memiliki rongga otak yang lebih besar dan lebih sedikit bagian abu-abu di lobus temporalis.
Jenis-jenis Gangguan Kepribadian dalam Kelompok A:
1)      Paranoid Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Paranoid)
     Individu yang mengalami gangguan kepribadian paranoid biasanya ditandai dengan adanya kecurigaan dan ketidakpercayaan yang kuat terhadap orang lain. Orang-orang yang mengalami gangguan ini merasa dirinya diperlakukan secara salah dan dieksploitasi, sehingga berperilaku selalu waspada terhadap orang lain.
Gangguan kepribadian paranoid paling banyak terjadi pada kaum laki-laki dibandingkan perempuan, dengan prevalensi pada gangguan ini adalah berkisar 2 persen dari populasi pada umumnya.
     Defense mekanisme kedua yang berkembang dalam lingkaran setan yang mereka ciptakan adalah isolasi, yaitu menjaga jarak secara psikologis maupun geografis. Selain itu inidividu ini juga menggunakan rasionalisasi dan displacement.
2)      Schizoid Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Skizoid)
     Individu yang mengalami gangguan ini tidak menginginkan atau menikmati hubungan sosial dan biasanya tidak memiliki teman akrab. Mereka tampak tumpul, datar, dan menyendiri serta tidak memiliki perasaan yang hangat dan tulus terhadap orang lain. Individu yang mengalami gangguan ini adalah seorang penyendiri dan menyukai kegiatan yang dilakukan sendirian.
     Individu dengan gangguan kepribadian skizoid menampilkan perilaku menarik diri, mereka merasa tidak nyaman bila berinteraksi dengan orang lain, cenderung introvert. Prevalensi gangguan skizoid diperkirakan 7,5 persen dari populasi. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan diperkirakan 2 : 1 untuk laki-laki.
Ahli-ahli teori psikoanalisa berpendapat bahwa schizoid dibangun melalui hubungan ibu dan anak yang terganggu, dimana anak tidak pernah belajar untuk memberi atau menerima kasih sayang.
3)      Schizotypal Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Skizotipal)
     Individu dengan gangguan kepribadian skizotipal biasanya memiliki kepercayaan yang aneh. Mereka memiliki pemikiran yang ajaib/aneh (magical), ide-ide yang ganjil, ilusi, dan derealisasi yang mereka tampilkan dalam kehidupan sehari-hari. Ciri yang umum terjadi adalah ideas of reference (keyakinan bahwa berbagai kejadian memiliki makna khusus dan tidak biasa bagi orang yang bersangkutan), kecurigaan, dan pikiran paranoid.
     Prevelensi gangguan ini diperkirakan kurang dari 1 persen dan lebih banyak muncul pada keluarga yang memiliki penderita skizofrenia. Gangguan kepribadian skizotipal adalah titik awal dari skizofrenia.

b.      Kelompok B (Dramatic/Erratic Cluster)
           Individu dalam kelompok ini menampilkan perilaku yang dramatik atau berlebih-lebihan, tidak dapat diramalkan, self centered, emosional dan eratik (tidak menentu atau aneh). Orang-orang dalam kelompok ini memiliki kesulitan dalam membntuk dan membina hubungan.
1.      Borderline Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Ambang)
     Disebut dengan kepribadian ambang (borderline) karena berada di perbatasan antara gangguan neurotik dan skizofrenia. Ciri-ciri utama gangguan ini adalah impulsivitas dan ketidakstabilan dalam hubungan dengan orang lain dan memiliki mood yang selalu berubah-ubah. Individu yang mengalami gangguan borderline memiliki karakter argumentatif, mudah tersinggung, sarkastik, cepat menyerang, dan secara keseluruhan sangat sulit untuk hidup bersama mereka.
     Gangguan kepribadian borderline bermula pada masa remaja atau dewasa awal, dengan prevelensi sekitar 1 persen, dan lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan pada laki-laki.
     Gangguan kepribadian borderline dialami oleh lebih dari satu anggota dalam satu keluarga. Menurut teori linehan’s diathesis-stress, gangguan kepribadian borderline berkembang ketika individu dengan diatesis biologis (kemungkinan genetis) di mana ia mengalami kesulitan untuk mengontrol emosi, dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang salah (invalidating).
     Individu dengan gangguan kepribadian borderline sering kali mengembangkan mekanisme defense yang disebut splitting, yaitu mendikotomikan objek menjadi semuanya baik atau semuanya buruk dan tidak dapat mengintegrasikan aspek positif dan negatif orang lain atau diri menjadi suatu keutuhan.
2.      Histrionic Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Histrionik)
     Gangguan kepribadian histrionik sebelumnya dikenal disebut kepribadian histerikal, ditegakkan bagi orang-orang yang selalu dramatis dan mencari perhatian. Mereka sering kali menggunakan ciri-ciri penampilan fisik yang dapat menarik perhatian orang kepada dirinya, misalnya pakaian yang mencolok, tata rias, atau warna rambut. Mereka berpusat pada diri sendiri, terlalu mempedulikan daya tarik fisik mereka, dan merasa tidak nyaman bila tidak menjadi pusat perhatian. Mereka dapat sangat provokatif dan tidak senonoh secara seksual tanpa mempedulikan kepantasan serta mudah dipengaruhi orang lain.
     Diagnosis ini memiliki prevelensi sekitar 2 persen dan lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki. Gangguan kepribadian histrionik lebih banyak terjadi pada mereka yang mengalami perpisahan atau perceraian, dan hal ini diasosiasikan dengan depresi dan kesehatan fisik yang buruk. Gangguan ini sering muncul bersamaan dengan gangguan kepribadian borderline.
     Kebutuhan untuk menjadi pusat perhatian dipandang sebagai cara untuk mempertahankan diri dari perasaan yang sebenarnya yaitu self-esteem yang rendah.
     Orang denga tipe histerionik biasanya berasal dari kelurga yang memanjakan dan membiarkan sifat manjanya hingga dewasa (being daddy’s "pretty little girl"). Hal ini manjadi suatu pembiasaan sehingga terbentuk karakter yang menetap mengenai sifat manja dan selalu ingin menjadi pusat perhatian. Selain itu, biasanya, dalam keluarga tabu untuk mendidik atau mengenalkan. masalah sex.
3.      Narcissistic Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Narsistik)
     Individu dengan gangguan kepribadian narsistik memiliki pandangan berlebihan mengenai keunikan dan kemampuan mereka. Mereka merasa bahwa dirinya spesial dan berharap mendapatkan perlakuan yang khusus pula. Oleh sebab itu, mereka sulit menerima kritik dari orang lain. Prevelensi gangguan ini kurang dari 1 persen.
     Orang-orang narsistik lainnya mengembangkan keyakinan bahwa mereka merupakan unik dan luar biasa dalam bereaksi untuk menjadi satu-satunya orang yang berbeda dari orang lain secara etnis, rasial, dan status ekonomi, atau sebagai upaya bertahan menghadapi penolakan oleh significant person dalam kehidupan mereka. Ambisi yang serakah membuat mereka mendedikasikan diri untuk bekerja tanpa lelah. Mereka terdorong untuk berhasil namun bukan untuk mandapatkan uang, melainkan untuk mendapat pemujaan yang menyertai kesuksesan.
4.      Antisocial Personality Disorder And Psychopathy (Gangguan Kepribadian Antisosial Dan Psikopati)
     Orang yang mengalami gangguan antisosial menunjukkan perilaku tidak bertanggung jawab dan antisosial dengan bekerja secara tidak konsisten, melanggar hukum, mudah tersinggung, agresif secara fisik. Mereka impulsif dan tidak mampu membuat rencana ke depan.
     Gangguan ini lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dan lebih banyak terjadi di kalangan anak muda daripada dewasa yang lebih tua. Gangguan ini lebih umum terjadi pada orang dengan sosio ekonomi rendah.
Sementara itu, salah satu karakteristik psychopathy adalah kemiskinan emosi, baik positif maupun negatif. Penampilan psikopat menawan dan memanipulasi orang lain untuk memperoleh keuntungan pribadi. Kadar kecemasan yang rendah membuat psikopat tidak mungkin belajar dari kesalahannya. Kurangnya emosi positif mendorong mereka berperilaku secara tidak bertanggung jawab dan berperilaku kejam terhadap orang lain.
     Penyebab gangguan ini berkaitan dengan peran keluarga. Kurangnya afeksi dan penolakan berat orang tua merupakan penyebab utama perilaku psychopathy. Selain itu, juga disebabkan oleh tidak konsistennya orang tua dalam mendisiplinkan anak dan dalam mengajarkan tanggung jawab terhadap orang lain. Orang tua yang sering melakukan kekerasan fisik terhadap anaknya dapat menyebabkan gangguan ini. Gangguan ini juga dapat disebabkan oleh kehilangan orang tua. Di samping itu, ayah dari penderita psikopat kemungkinan memiliki perilaku antisosial. Faktor lingkungan di sekitar individu yang buruk juga dapat menyebabkan gangguan ini.

c.       Kelompok C (Anxious/Fearful Cluster)
           Tidak banyak data yang menjelaskan penyebab dari gangguan kepribadian kelompok anxoius/fearful. Salah satu penyebab yang memungkinkan adalah hubungan antara orang tua dan anak.
           Freud berpendapat bahwa obsessive-compulsive personality traits disebabkan oleh fiksasi pada tahap awal dari perkembangan psikoseksual. Sedangkan teori psikodinamik kontemporer menjelaskan bahwa gangguan kepribadian obsesif-kompulsif disebabkan oleh ketakutan akan hilangnya kontrol yang diatasi dengan overkompensasi. Sebagai contoh, seorang pria workaholic yang kompulsif kemungkinan takut bahwa hidupnya akan hancur jika ia bersantai-santai dan bersenang-senang.
1.      Avoidant Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Menghindar)
     Individu dengan gangguan ini adalah individu yang memiliki ketakutan yang besar akan kemungkinan adanya kritik, penolakan atau ketidaksetujuan, sehingga merasa enggan untuk menjalin hubungan, kecuali ia yakin bahwa ia akan diterima.
     Prevalensi dari gangguan ini sekitar 5 persen dan sering muncul bersamaan dengan gangguan kepribadian dependen dan borderline.Perasaan utamanya adalah disphoria, kombinasi kecemasan dengan sedih, dihubungkan dengan kurangnya perolehan kesenangan yang relasi terdekat dan keyakinan diri dalam penyelesaian tugas. Penerimaan yang rendah terhadap disphoria menghambat mereka dalam mengatasi perasaan malu dan membantu mereka untuk lebih efektif.
2.      Dependent Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Dependen)
     Ciri utama dari gangguan kepribadian dependen adalah kurangnya rasa percaya diri dan otonomi. Individu dengan gangguan kepribadian ini memandang dirinya lemah dan orang lain lebih kuat. Ia juga memiliki kebutuhan yang kuat untuk diperhatikan atau dijaga oleh orang lain yang sering kali menyebabkan munculnya perasaan tidak nyaman ketika sendirian.
     Kriteria dalam DSM pada umumnya mendeskripsikan individu yang mengalami gangguan kepribadian dependen sebagai orang yang sangat pasif, misalnya memiliki kesulitan dalam memulai sesuatu atau mengerjakan sesuatu sendiri, tidak mampu menolak, dan meminta orang lain mengambil keputusan untuk dirinya.
3.      Obsessive-Compulsive Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Obsesif-Kompulsif)
     Individu dengan obsessive-compulsive personality bersifat perfeksionis, sangat memperhatikan detail, aturan, jadwal, dan sebagainya. Individu yang mengalami gangguan obsesif-kompulsif sangat memperhatikan detail sehingga kadang ia tidak dapat menyelesaikan hal yang dikerjakannya. Ia lebih berorientasi pada pekerjaan daripada bersantai-santai dan sangat sulit mengambil keputusan karena takut membuat kesalahan. Selain itu, ia juga sangat sulit mengalokasikan waktu karena terlalu memfokuskan diri pada hal-hal yang tidak seharusnya. Biasanya ia memiliki hubungan interpersonal yang kurang baik karena keras kepala dan meminta segala sesuatu dilakukan sesuai dengan keinginannya.
4.      Passive Aggressive Disorder (Negativistic)
     Terdapat dua konsep utama dalam gangguan ini Gangguan Kepribadian Pasif-Agresif kondisi kronis di mana seseorang tampaknya secara aktif sesuai dengan keinginan dan kebutuhan orang lain, tetapi sebenarnya secara pasif melawan mereka. Dalam proses, orang menjadi semakin bermusuhan dan marah. Orang dengan gangguan kepribadian pasif-agresif ditandai oleh obstruksionisme (senang menghalang-halangi), menunda-nunda, sikap keras kepala dan tidak efisien. Perilaku tersebut adalah manifestasi dari agresi yang mendasari, yang diekspresikan secara pasif. Pasien gangguan kepribadian pasif-agresif secara karakteristik adalah suka menunda-nunda, tidak menerima permintaan untuk kinerja yang optimal, tidak bersedia meminta maaf, dan cenderung untuk mencari kesalahan pada diri orang lain walaupun pada orang tempat mereka bergantung; tetapi mereka menolak untuk melepaskan mereka sendiri dari hubungan ketergantungan. Mereka biasanya tidak memiliki ketegasan tentang kebutuhan dan harapan mereka. Orang dengan gangguan ini tidak memiliki kepercayaan pada diri sendiri dan biasanya pesimistik akan masa depan.
3.        Awitan dan proses klinis
a.       Terjadi pada 10%-13% populasi umum.
b.      Insiden pada sosekonomi rendah (cloninger & svrakic,2000)
c.       Kematian lebih tinggi: bunuh diri,kecelakaan;perceraian dan hukum asuh(gunderson & philips,1995)
d.      Berkaitan dengan kriminalitas (70-85%)
e.       Alkoholisme(60-70%)
f.       Penyalahgunaan obat (70-90%)/ (gunderson & philips)
4.        Penyebab
a.       Berasal dari struktur biologis dan genetik
b.      Perkembangan dan interaksi lingkungan dan orang lain.
Faktor predisposisi:
ü  Faktor perkembangan(keluarga berperan)
ü  Faktor biologis (neurotransmitter)
ü  Faktor sosiokultur(isolasi sosial)
Faktor pencetus:
ü  Stresor sosialkultural
ü  Stresor psikologis
5.        Terapi
Terapi untuk gangguan kepribadian merupakan kombinasi dari pengobatan dan psikoterapi, meliputi
a.    Psikofarmaka
Ø Antidepressants
Ø Anticonvulsants
Ø Antipsychotics
Ø Mood stabilizers
b.    Psikoterapi
                        Penghalang utama dalam pemberian treatment pada individu dengan gangguan kepribadian disebabkan individu tersebut tidak terbuka bahkan kadang disertai permusuhan (marah) kepada terapis ketika pemberian terapi. Kadang juga disertai dengan penolakan atau berhenti total dalam masa pengobatan. Keberhasilan dari terapi sangat dipengaruhi oleh motivasi dan kepatuhan pasien dalam pemberian treatment yang memang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk penyembuhannya.
c.    Cognitive-behavior therapy (CBT)
d.    Dialectical behavior therapy
Dialectical behavior therapy merupakan salah satu type dari CBT berfokus pada coping skill, dalam terapi ini individu belajar mengontrol perilaku dan emosi dengan teknik kesadaran penuh, pasien dibantu untuk mengenal pelbagai muatan emosinya tanpa perlu bereaksi (mengontrol perilakunya) Terapi ini efektif untuk penyembuhan gangguan kepribadian ambang.
6.        Aplikasi proses keperawatan: gangguan kepribadian antisosial
a.    Pengkajian
Dalam klien ahli menipu orang lain sehingga selama pengkajian hal tersebut membantu memeriksa dan memvalidasi informasi dari sumber lain.;
Ø Riwayat
Ø Penampilan umum dan motorik
Ø Mood dan afek
Ø Isi dan proses pikir
Ø Sensorium, dan proses intelektual
Ø Penampilan dan daya tilik pribadi.
Ø Konsep diri
Ø Peran dan hubungan
b.    Analisa Data
                        Individu yang mengalami gangguan kepriadian antisocial biasanya dengan tidak sengaja mencari terapi kecuali jika mereka merasakan beberapa keuntungan pribadi. Misalnya, klien memilih lingkungan terapi sebagai alterntif dari penjara atau untuk mendapatkan simpati dari atasan, dengan mengatakan stres sebagai alasan absen atau performa kerja yang buruk. Lingkungan terapi rawat inap tidak selalu efektif untuk klien tersebut dan pada kenyataannya dapat menghasilkan kualitas yang terburuk.
                        Diagnose yang biasa di gunakan saat menangani klien yang mengalami gangguan kepriadian antisocial adalah:
Ø Ketidak efektifan Koping Individu
Ø Perubahan Performa Peran
Ø Resiko Perilaku Kekerasan.
c.    Identifikasi Hasil
                        Focus terapi sering kali didasarkan pada perubahan perilaku. Walaupun mungkin tidak mempengaruhi pandangan klien terhadap dunia dan orang lain atau mempengaruhi pemahamanya, klien mungkin melakukan perubahan perilaku.
Kriteria hasil adalah :
1)      Klien akan menunjukan cara yang non destruktif dalam mengekspresikan perasaan dan frustasinya.
2)      Klien akan mengidentifikasi cara untuk memenuhi kebutuhan sendiri yang tidak melanggar hak-hak orang lain.
3)      Klien akan mencapai atau mempertahankan performa peran yang memuaskan (mis, di tempat kerja,sebagai orang tua)
d.    Intervensi Keperawatan
1)        Meningkatkan perilaku bertanggung jawab
Ø Penetapan batasan
Ø Tetapkan batasan
Ø Identifikasi konsekuensi melanggar batasan
Ø Identifikasi perilaku yang diharapkan atau yang dapat di terima.
Ø Tetap mematuhi peraturan dan rencana terapi konfrontasi
Ø Jelaskan perilaku bermasalah.
Ø Pertahankan Klien tetap focus pada dirinya.
2)        Membantu klien menyelesaikan masalah dan mengendalikan emosi
Ø Kemampuan penyelesaian masalah yang efektif
Ø Impulsivitas yang berkurang
Ø Menggunakapkan emosi yang negative, seperti marah dan frustasi
Ø Melakukan time out dari situasi stress
3)        Meningkatkan perfoma peran
Mengidentifikasi hambatan untuk menjalankan peran
Mengurangi atau menghentikan penggunaan obat-obatan dan alcohol.
4)        Penyuluhan Klien/Keluarga
Ø Menghindari penggunaan alcohol dan obat-obatan lain.
Ø Keterampilan social yang tepat
Ø Keterampilan permasalahan yang efektif
Ø Menatasi emosi seperti marah dan frustasi
Ø Melakukan time out untuk menghindari situasi setres
e.    Evaluasi
                        Keefektifan terapi di evaluasi berdasarkan pencapaian hasil atau kemajuan pada area tersebut. Jika klien dapat mempertahankan p[ekerjaan dengan performa yang dapat diterima, memenuhi tanggung jawab keluarga, dan menghindari melakukan tindakan pelanggaran atau tidak bermoral, terapi dapat dikatakan berhasiL.
7.        Aplikasi proses keperawatan: gangguan kepribadian ambang
a.    Pengkajian
Ø Riwayat
Ø Penampilan umum dan perilaku motorik
Ø Mood dan efek
Ø Isi dan proses pikir
Ø Sensorium dan proses intelektual
Ø Penilaian dan daya tilik
Ø Konsep diri
Ø Peran dan hubungan
Ø Pertimbangan fisiologis dan perawat diri
b.    Analisa data
Diagnose keperawatan untuk gangguan kepribadian ambang mencakup:
Ø Resiko bunuh diri
Ø Resiko menciderai diri
Ø Ketidak efektifan koping individu
Ø Isolsi social.
c.    Identifikasi hasil
Kriteria hasil terapi antara lain:
1)      Klien akan aman dan bebas dari cidera yang signifikan.
2)      Klien tidak akan mencelakai orang lain atau merusak barang-barang.
3)      Kiien akan menunjukan peningkatan kendali perilaku implusif.
4)      Klien akan mengambil langkah yang tepat untuk memenuhi kebutuhanya sensiri.
5)      Klien akan mengidentifikasi cara-cara yang dapat di terima untuk memenuhi kebutuhan ketergantunganya.
6)      Klien akan menyatakan kepuasan yang lebih besar atas hubungan.
d.    Intervensi Keperawatan
1)      Meningkatkan keamanan klien
Ø Kontrak tidak membahayakan diri
Ø Ekspresi perasaan dan emosi yang aman
2)      Membantu klien menghadapi dan mengendalikan emosi
Ø Mengidentifikasi perasaan
Ø Mengisi buku harian
Ø Mengurangi respon
Ø Mengurangi inpulsivitas
Ø Menunda kepuasan
3)      Teknik restrukturisasi kognitif
Ø Henti piker
Ø Dekatastrofe
4)      Menyusun waktu
5)      Mengajarkan keterampilan social
6)      Mengajarkan keterampilan komunikasi yang evektif
7)      Hubungan terapeutik
8)      Penetapan batasan
9)      Konfrontasi



e.    Evaluasi
                        Seperti gangguan kepriadian yang lain, perubahan mungkin sedikit dan terjadi secara perlahan sepanjang waktu. Tingkat gangguan fungsional klien yang mengalami gangguan kepriadian amband dapat sangat bervariasi. Klien dengan gangguan yang berat dapat di evaluasi dalam hal kemampuan mereka untuk menjadi aman dan menahan diri dari mencioderai diri. Klien lain dapat bekerja dan mempunyai hubungan interpersonal yang cukup setabil. Terapi biasanya efektif ketika klien mengalami krisis yang lebih sedikit dan jarang sepanjang waktu.


DAFTAR PUSTAKA
1.      Depkes RI, Pedoman penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa di Indonesia III
2.      Kaplan and Saddock.(1997). Sinopsis Psikiatrik jilid I dan II. Alih bahasa dr. Wijaya. Jakarta: Bina Rupa Aksara.
3.      Keliat at al. (1998). Proses Keperawatan Gangguan Jiwa. Jakarta: EGC
4.      Stuart, G.W., Sundeen, S.J.(1995). Buku Saku : Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
5.      Towsend, M.C. (1995). Buku Saku : Diagnosa Keperawatan Psikiatri : Pedoman untuk pembuatan rencana keperawatan. Jakarta: EGC
6.      Maslim, Rusdi (Editor). 1998, Diagnosa Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari PPDGJ III
7.      Towsend, M.C. (1996). Psychiatric Mental Health Nursing : Concept of Care. Philadelphia : Davis company

0 komentar:

Posting Komentar

Hak Cipta Dilindungi UUD RI 2013. Diberdayakan oleh Blogger.